Selasa, 08 Januari 2013

pentingnya sebuah ilmu

Wahai saudaraku, kebutuhan kita terhadap ilmu sangatlah besar. Tidak ada diantara kita yang tidak butuh ilmu. Oleh karena itulah Al-Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah berkata :
الناس محتاجون إلى العلم أكثر من حاجتهم إلى الطعام و الشراب لأن الطعام والشراب يحتاج إليه في اليوم مرة أو مرتين والعلم يحتاج إليه بعدد الأنفاس
“Manusia membutuhkan ilmu lebih banyak dari pada butuhnya pada makanan dan minuman, dikarenakan kebutuhan seseorang terhadap makanan dan minumam dalam sehari sekali atau dua kali. Dan kebutuhan manusia terhadap ilmu sebanyak tarikan nafas.” Apalagi kita hidup di masa-masa menyebarnya kebodohan, kesesatan dan penyimpangan. Oleh karena itu kebutuhan kita kepada ilmu sangatlah mendesak.  Yaitu ilmu yang dimaksud disini adalah ilmu syar’i, ilmu tentang mengenal Allah, agama islam dan nabi-Nya Muhammad shallallahu alihi wasallam. Maka dari itu kita harus tetap semangat menuntut ilmu dalam keadaan apapun. Karena kebutuhan kita yang sangat kepada ilmu dan kita berharap mendapatkan berbagai keutamaan orang yang menuntut ilmu syar’i.
Ilmu syar’i mempunyai banyak keutamaan diantaranya :
1. Allah Subhaanahu wata’aala akan mengangkat derajat orang yang berilmu
Allah Subhaanahu wata’aala berfirman :
يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
 “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.“  (QS. Al-Mujadilah : 11)
2. Ilmu adalah warisan para nabi barangsiapa yang mengambilnya maka dia telah mendapat keuntungan yang sangat besar. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إن الأنبياء لم يورثوا دينارا ولا درهما إنما ورثوا العلم فمن أخذ به أخذ بحظ وافر
“Sesungguhnya para nabi tidaklah mewariskan uang dinar dan tidak pula uang dirham, mereka hanyalah mewariskan ilmu, maka barangsiapa yang mengambilnya, dia telah mendapatkan keuntungan yang bsar.” (HR. Abu Dawud dan At-Timidzi dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)
3. Jika Allah mengkhendaki kebaikkan seorang hamba maka Allah akan memberikan pemahaman agama kepadanya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
“ Barangsiapa yang  Allah kehendaki kebaikkan pada dirinya maka Allah akan pahamkan dia dalam agama.” (HR. Bukhari dari Shahabat Mua’wiyah)
4. Allah akan memudahkan bagi orang yang menuntut ilmu jalannya menuju surga.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda
وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Barangsiapa yang menumpuh jalan untuk mencari ilmu maka Allah akan menudahkan jalannya menuju surga.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah)
5. Ilmu kebaikkannya akan tetap ada walaupun orangnya sudah mati.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda:
إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika seseorang meninggal dunia maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara, yaitu : shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang shalih yang mendoakannya (kedua orang tuanya).” (HR. Muslim)
Dan sebaliknya kebodohan dalam masalah agama mempunyai dampak jelek yang luar biasa. Tentang hal ini Allah Subhaanahu wata’aala berfirman dalam banyak ayat diantaranya :
قُلْ أَفَغَيْرَ اللهِ تَأْمُرُونِي أَعْبُدُ أَيُّهَا الْجَاهِلُونَ
“ Katakanlah: maka apakah kamu menyuruh aku menyembah selain Allah, hai orang- orang yang tidak berpengetahuan.? ( Qs. Az- zumar: 64)
قَالُوا يَا مُوسَى اجْعَل لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ
 “ Bani Israill berkata: Wahai Musa buatlah untuk kami sebuah sesembahan ( berhala) sebagai mana mereka mempunyai beberapa sesembahan ( berhala). Musa menjawab : “ sesungguhnya kamu itu kaum yang tidak mengetahui (bodoh terhadap Allah)…” (Qs. Al A’raaf : 138 )
Berkata Asy Syaikh Al Allamah Abdurahman As Sa’di Rahimahullah : “ Kebodohan mana yang lebih besar dari seseorang yang bodoh terhadap Rabbnya, Penciptanya dan ia ingin menyamakan Allah dengan selain Nya, dari orang yang tidak dapat memberikan manfaat dan mudharat (bahaya), tidak mematikan, tidak menghidupkan dan tidak memiliki hari perkumpulan (kiamat) “ (Taisirul Karimirrahman Syaikh Al Allamah Abdurahman As Sa’di pada ayat ini)
Dan dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :
عَنْ جَابِرٍ قَالَ خَرَجْنَا فِى سَفَرٍ فَأَصَابَ رَجُلاً مِنَّا حَجَرٌ فَشَجَّهُ فِى رَأْسِهِ ثُمَّ احْتَلَمَ فَسَأَلَ أَصْحَابَهُ فَقَالَ هَلْ تَجِدُونَ لِى رُخْصَةً فِى التَّيَمُّمِ فَقَالُوا مَا نَجِدُ لَكَ رُخْصَةً وَأَنْتَ تَقْدِرُ عَلَى الْمَاءِ فَاغْتَسَلَ فَمَاتَ فَلَمَّا قَدِمْنَا عَلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أُخْبِرَ بِذَلِكَ فَقَالَ « قَتَلُوهُ قَتَلَهُمُ اللَّهُ أَلاَّ سَأَلُوا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا فَإِنَّمَا شِفَاءُ الْعِىِّ السُّؤَالُ إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيهِ أَنْ يَتَيَمَّمَ
“Dari Jabir berkata: “Kami keluar pada sebuah perjalanan, lalu salah seorang diantara kami tertimpa sebuah batu sampai melukai kepalanya kemudian ia mimpi basah lalu bertanya kepada para shahabatnya, apakah kalian mendapatkan rukhsah (keringanan) bagiku untuk bertayamum? Mereka menjawab : ‘kami tidak mendapatkan rukhsah untukmu, sedangkan engkau mampu menggunakan air. Kemudian ia mandi besar sehingga meningal dunia. Kemudian tatkala sampai kepada Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam, kejadian tersebut dikhabarkan kepada beliau. Maka beliau bersabda : “Mereka telah membunuhnya, semoga Allah membinasakan mereka. Mengapa mereka tidak bertanya, bila mereka tidak mengetahui. Karena sesungguhnya obat kebodohan adalah bertanya.” (HR. Abu Dawud, di Hasankan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih Abu Dawud : 2/159)
Lihatlah bagaimana kebodohan seseorang menjadi sebab hilangnya nyawa orang lain.
Berkata Ibnul Qayyim rahimahullaah :
ولا ريب ان الجهل اصل كل فساد وكل ضرر يلحق العبد في دنياه واخراه فهو نتيجة
“Tidaklah diragukan bahwasanya kebodohan adalah pokok dari segala kerusakan dan dhoror (bahaya), kejelekan yang didapatkan oleh seorang hamba di dunia dan di akhirat adalah dampak dari kebodohan.” (Miftaah Daaris Sa’adah, 1/87)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar